Pangkalan Udara Maguwo 19 Desember 1948
Komandan pangkalan lapangan udara Maguwo yaitu Opsir Udara I
Ruslannudanurusamsi yang mendapat tugas:
- Merusak pangkalan jika musuh mendarat
- Mengatur kesejahteraan anak buah dengan mengelola sawah milik Jawatan Penerbanga
- Mempersiapkan pangkalan udara Gading sebagai lapangan udara darurat untuk mengangkut pemimpin-pemimpin RI ke Sumatera apabia Yogyakarta diserang musuh
Dokumen-dokumen penting telah diungsikan ke Lapangan Udara Gading
bekerjasama dengan Bupati Wonosari.
Di dekat Pangkalan udara Gading terdapat desa Playen yang terdapat
pemancar AURI yang cukup kuat daya pancarnya dari Wonosari, Sumatera, Rangoon,
India.
Seminggu sebelum Agresi Belanda ke II jabatan Kepala Pangkalan Udara
Maguwo diserahterimakan dari Opsir Udara I Ruslannudanurusamsi kepada Opsir Udara Henk Sutoyo
. Kemudian Opsir Udara I Ruslannudanurusamsi ditempatkan sebagai Sekretaris
Umum di Markas Tertinggi AURI.
Karena pada tanggal 16 Desember 1948 Komodor Udara S Suryadarma mendapat
perintah dari Presiden Ir. Sukarno untuk mendampingi rombongan Presiden ke
India maka pada tanggal 15 Desember 1948 pucuk pimpinan AURI diserahkan kepada wakil
KASAU yaitu Opsir Udara I Ruslannudanurusamsi.
Di lapangan udara Maguwo ada sekitar 150 orang dari Pasukan Pertahanan
Pangkalan dan 34 orang teknisi di bawah pimpinan Kadet Kasmiran.
Adapun persenjataan yang melengkapi Pangkalan Udara Maguwo terdiri dari penangkis serangan udara milik Angkatan Darat terdiri dari 2 pucuk senjata kaliber 40 mm an 20 mm. Penangkis udara milik Angkatan Udara terdiri dari 9 pucuk senapan dengan kaliber 12,7 mm. Namun persenjataan berat ini dipinjamkan keluar Maguwo beberapa hari sebelumnya.
Kadet Kasmiran
Adapun persenjataan yang melengkapi Pangkalan Udara Maguwo terdiri dari penangkis serangan udara milik Angkatan Darat terdiri dari 2 pucuk senjata kaliber 40 mm an 20 mm. Penangkis udara milik Angkatan Udara terdiri dari 9 pucuk senapan dengan kaliber 12,7 mm. Namun persenjataan berat ini dipinjamkan keluar Maguwo beberapa hari sebelumnya.
Pasukan Pertahanan pangkalan Maguwo memiliki persenjataan 5 pucuk
senapan automatis kaliber 7,7 mm dan senjata sten gun yang berjumlah tiak lebih
dari 30 buah. Selain persenjataan tersebut ada persenjataan penangkis udara
ditempatkan di sekitar Maguwo.
Di Pangkalan Udara maguwo pesawat yang ada waktu itu Cureng, Cukiu, Nishikoreng,
Hayabusha, Guntai.
Malam minggu itu diadakan malam gembira untuk menghibur rakyat dan
anggota pasukan. Malam gembia diramaikan dengan hiburan ketoprak, dagelan,
nyanyian, dan lain-lain yang dimainkan oleh anggota pasukan. Malam gembira ini
berakhir sekitar pukul 02.00 dini hari. Pada waktu yang hampir sama, peleton
Angkatan Darat yang ditempatkan di Maguwo ditarik untuk diperbantukan ke daerah
Purwodadi, pati, Blora dan sekitar Madiun. Kekuatan pasukan Siliwangi yang
ditempatkan di Jembatan Gajah Wong juga ditarik dengan alasan yang sama.
Suasana sepi mewarnai hari minggu tanggal 19 Desember 1948 beberapa
anggota pasukan dan pegawai sipil AURI sedang bertugas jaga dan piket.
Pada tanggal
19 Desember 1948 hari Minggu pagi kekuatan udara pasukan kerajaan Belanda yang
terdiri dari sejumlah pesawat tempur, pasukan komando dan korps pasukan khusus
menyerang, merebut dan menguasai Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta.
Angkatan
Udara Belanda mengerahkan :
- 9 buah pesawat tempur P-40 Kitty Hawk.
- 5 buah pesawat tempur P-51 Mustang.
- 3 buah pesawat pembom ringan B-25 Mitchell.
- 17 buah pesawat pasukan C-47 Dakota (pesawat angkut pasukan).
Saat pangkalan Udara Maguwo diserang temak menembakpun terjadi pesawat
Mustang yang menembak dari udara disambut tembakan perlawanan dari dari bawah.
Pesawat Mustang segera menghilang, akan tetapi dari arah lain datang lagi
pesawat lain dengan memuntahkan isi mitraliyurnya. Pesawat inipun segera
menghilang.
Kadet Kasmiran memerintahkan secara lisan untuk mempertahankan
pangkalan udara Maguwo. Dari arah barat muncul lagi 5 buah pesawat P 51 Mustang
segera melepaskan puluhan roket yang menghantam menara pengawas lalu lintas
udara dan bangunan stasiun penerbangan.
Menara pengawas lalu lintas
udara yang hancur terkena serangan udara Belanda
2 buah pesawat pembom B 25 meroket bangunan beton yang kokoh yang
berisi persediaan minyak pelumnas, bensin dan bensol untuk pesawat terbang
akibatnya suara ledakan berdentum-dentum menggelegar memekakkan telinga.
Setelah 2 buah pesawat B 25 meninggalkan Wonocatur dan dari arah hanggar mengepul asap tebal
membumbung tinggi berwarna hitam menandakan hanggar terkena serangan roket.
Asap tebal
membumbung tinggi berwarna hitam
menandakan hanggar terkena serangan roket
Beberapa saat kemudian datang lagi pesawat pemburu dengan sasaran yang
baru yaitu perkampungan yang ada di sekitar Pangkalan Udara Maguwo yang padat penduduk.
Tanpa ampun pesawat-pesawat pemburu ini menembaki perkampungan tersebut.
Pada saat penerjunan pasukan paratroops pertama kali diterjunkan
boneka-boneka paratroop untuk memancing pasukan AURI untuk menghabiskan peluru
dan mengetahui keberadaan pasukan AURI. Boneka-boneka karung yang berisi pasir
lalu diberi seragam pasukan Belanda dan begitu menyentuh tanah maka terdengar
suara petasan bagaikan letusan tembakan dan menimbulkan kepanikan.
Setelah itu datang 3 buah pesawat B 25 yang terlebih ahulu
berputar-putar di atas Pangkalan Udara maguwo an salah satunya ditumpangi oleh
Jendral Spoor yang mengadakan pengawasan dan pemotretan dari udara. Dan pada
pukul 07.00 datanglah pesawat C 47 dengan terbang dengan formasi berjajar di atas Pangkalan Udara Maguwo sementara itu
angkasa di atas pangkalan Udara maguwo menjadi gelap karena sebagian tertutup
payung udara yang berkembang karena ratusan jumlahnya.
Menurut George Mc. Tunan
Kahin, parasut yang diterjunkan di lapangan udara Maguwo pada tanggal 19
Desember 1948 itu berjumlah 600 buah. Pasukan yang diterjunkan ini tergabung
dalam pasukan tempur dengan kode M yang
berkekuatan 2 kesatuan para dan 1 kompi Para KST.
Pesawat C 47 Skytrains Belanda yang sedang menerjunkan pasukan khusus Belanda
Sementara itu pesawat-pesawat pemburu seperti kesetanan menyemburkan
tembakan-tembakan mautnya di sekitar wilayah penerjunan. Dalam waktu kurang dari
10 menit sejak tentara payung keluar dari pesawat angkut, suah terdengar
rentetan tembakan gencar dari senapan ringan di daerah penerjunan. Dengan
demikian berarti sudah banyak yang mendarat. Perlawanan dengan kekuatan
terakhir dilancarkan untuk mempertahankan sejengkal demi sejengkal tanah air
tercinta. Berdesing desing peluru berhamburan di atas perkampungan di sekitar
lapangan udara. Sebentar-bentar terdengar tembakan gencar, diselingi ledakan
granat dan peluru mortir yang menggelegar.
Pasukan payung Belanda segera menguasai pangkalan dan daerah
sekitarnya. Bom-bom dan ranjau-ranjau mereka bersihkan sedangkan bom tarik yang
ada di ujung landasan tidak berfungsi sama sekali.
Landasan pacu lapangan udara Maguwo yang sepanjang 2 km dan dibatasi
sungai di ujung timur dan barat sebenarnya sudah masuk rencana dibumihanguskan
dengan maksud agar tidak bisa digunakan oleh lawan, yang berhasil merebut dan
menguasai landasan pacu untuk mendarat dan tinggal landas. Langkah-langkah
menghalangi itu sudah lama sudah dimulai, dengan menanam bom di kanan kiri
landasan dengan jarak sekitar 50 meter. Secara elektronis dengan sekali menekan
tombol yang dipasang di base ops, semua bom akan meledak dalam waktu yang sama
dan akibatnya landas pacu sepanjang 2 km akan hancur.
Tugas untuk melakukan penghancuran landasan pacu diserahkan kepada
kelompok yang disebut demolition team (tim bumi hangus) dari kesatuan Angkatan
Udara. Namun dalam keadaan kritis dimana menara base ops sudah hancur dihanam
roket, dan upaya untuk mendekati lapangan udara sudah tidak mungkin maka semua
usaha pembunihangusan landasan pacu, sama sekali tidak mungkin dilaksanakan.
dengan demikian sampai tengah hari tentara belanda memiliki kesempatan untuk dengan mudah mendatangkan bala bantuan dengan segala perlengkaan peangnya. Tentara belanda yang didatangkan melalui jembatan uara berhasil diterjunkan, antara lain pasukan dari kesatuan Tiger Brigade yang sudah terkenal berpengalaman dimana-mana.
dengan demikian sampai tengah hari tentara belanda memiliki kesempatan untuk dengan mudah mendatangkan bala bantuan dengan segala perlengkaan peangnya. Tentara belanda yang didatangkan melalui jembatan uara berhasil diterjunkan, antara lain pasukan dari kesatuan Tiger Brigade yang sudah terkenal berpengalaman dimana-mana.
Pada saat Agresi Belanda ke 2 ini selain menghancurkan pesawat RI 004 juga
dirampasnya pesawat RI 006 serta pesawat sewaan yang disewa pemerintah
Republik Indonesia untuk melakukan mengevakuasi tokoh kunci Republik
dari Yogyakarta, pesawat tersebut dari jenis De Havilland DH-86B
Denebola dengan no register G-ADYH ((c/n 2344) milik South Eastern
aircraft. Pesawat De Havilland DH-86 ini disewa pemerintah Republik
Indonesia oleh karena pesawat RI 001 sedang mengalami overhaul dan tanki
bahan bakar tambahan pun belum dipasang dan pesawat masih dicat
kamuflase. Nasib dari pesawat De Havilland DH-86B Denebola dengan no
register G-ADYH ((c/n 2344) milik South Eastern aircraft akhirnya
dibongkar di Bandung lalu mesinnya Gipsy 6 kemudian dipakai untuk
pesawat yang dibuat secara lokal di Bandung.
Untuk RI 004 merupakan pesawat dari jenis Avro Anson 652 A type XIX ang diterbangkan ke Bengkulu oleh pemiliknya yaitu Wade palmer yang berkewarganegaraan Scotlandia. Dan untuk kepentingan perbaikan lalu diterbangkan dari Bukittinggi ke Maospati melalui Bengkulu, Tanjungkarang, Garda dan Maguwo.
Para penumpang pesawat PBY Catalina RI-006 yang ditangkap Belanda di PU Maguwo pada tanggal 19 Desember 1948 saat baru saja pulang dari Tanjungkarang. Para penumpang pesawat PBY catalina RI-006 yang dipiloti oleh James Fleming (tidak ditahan karena berwarga kenegaraan Amerika), dan co pilotnya Harnoko Harbadi (salah seorang penerbang AURI yang terlibat pengeboman di daerah musuh Ambarawa), lalu flight engineer Billani Valenova, Mayor Arif dan beberapa Staff Kementrian Keuangan RI, diantaranya Bung Basri serta Bintara juru radio yaitu Sersan Udara Harjanto. Semula semua penumpang pesawat RI-006 disuruh keluar pesawat dan digiring ke tengah lapangan untuk ditembak mati. Secara kebetulan datang beberapa perwira Belanda yang berkendaraan dan dengan cepat menuju ke arah para tawanan berada. Salah satunya memerintahkan agar jangan menembak. Kemudian mereka segera diangkat ke gedung menara yang sebagian telah hancur, untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. Di sebuah ruang James Flemming dan Bill berdiri, sedangkan Suharnoko Harbani disuruh duduk. Satu-satu diinterogasi dalam bahasa Belanda. Akhirnya semua tawanan diangkut dengan pesawat Dakota ke Semarang, dengan pengawalan dari Koninlijke Leger yang terdiri ari Belanda totok. Jam menunjuk kurang lebih jam 12 siang.
Di Kalibanteng di sana ada bilik yang beratap sirap, di sana mereka diinterogasi lagi ditanya siapa namanya, di mana anggota AURI yang lainnya, markasnya di mana, dan macam-macam lagi. Setelah diinterogasi mereka dibawa ke mess Perwira di kawasan Candi. Sejak itu James Flemming dan Bill sudah tidak nampak lagi, entah dibawa kemana. Di Mes Perwira yang terdapat di Kawasan Candi ini mereka siang malam diinterogasi. Suharnoko Harbani dibujuk agar mau bergabung dengan KNIL dan dijanjikan akan disekolahkan di Akademi Militer. Namun dijawab oleh Suharnoko Harbani kalau dia sudah lulus. Dan ketika diminta untuk memberikan keterangan berapa kekuatan AURI dijawabnya bahwa ia sudah angkat sumpah untuk tidak membocorkan rahasia kesatuannya. Diantara kesekian pertanyaan itu yang paling mengesankan adalah “Apa kamu merasa bermusuhan dengan Belanda?” dijawab oleh Suharnoko Harbani “Tidak”. “Ya Belanda yang mana?”
Dalam interogasi ini Sersan Soewarso dari Kementerian Pertahanan RI, VC Surabaya, Cadet Seno yang sama yang lainnya disuruh mengaku sebagai pelajar atau siswa SLTA karena mereka masih sangat muda-muda. Ternyata pengakuan siswa mereka oleh Belanda dipercaya dan dilepas dari tawanan. Selama di tahanan, para tahanan dilayani oleh wanita tentara Belanda.
Malam keempat, Suharnoko Harbani dipindahkan ke penjara Mlaten dan menghuni di sana kurang lebih 3 bulan, bersama RM. Sudaryo, Suharyoto, Daan Yahya, Mayor Daeng, Serma Soemitro, dan Susantyo Mardi dari Angkatan Laut.
Kecuali melakukan tugas rutin antara pukul 5 sore hingga jam 9 malam, para tahanan melakukan kurss bahasa Inggris dengan pengajar Suharnoko Harbani dan Sudarto (penghubung dengan KTN). Selain itu juga ada kursus teori mesin.
Suatu pagi setelah apel jam 6 pagi semua tawanan militer diminta untuk naik truk menuju stasiun Tawang dan mereka memenuhi 3 gerbong kereta api yang tempat duduknya berbangku kayu memanjang dengan jendela tertutup rapat dan dengan pengawalan ketat.
Sampai di Tegal waktu azar lalu mereka menginap semalam di penjara yang ada di Tegal dan selanjutnya mereka dibawa lagi menggunakan kereta api menuju ke Cirebon. Sampai di Cirebon loknya diputus dan ganti lok yang mengarah ke Bumiayu dan sesampainya di Purwokerto mereka menginap semalam di penjara Purwokerto. Dan keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan ke Cilacap dengan menggunakan truk. Sesampainya di Cilacap dan turun dari truk yaitu di Pelabuhan Cilacap. Selanjutnya mereka diseberangkan ke Nusakambangan. Di Penjara Nusakambangan mereka menghuni disana hingga 9 bulan.
Untuk RI 004 merupakan pesawat dari jenis Avro Anson 652 A type XIX ang diterbangkan ke Bengkulu oleh pemiliknya yaitu Wade palmer yang berkewarganegaraan Scotlandia. Dan untuk kepentingan perbaikan lalu diterbangkan dari Bukittinggi ke Maospati melalui Bengkulu, Tanjungkarang, Garda dan Maguwo.
Pesawat PBY Catalina RI 006
Pada latar belakang nampak pesawat PBY Catalina RI 006 yang ditahan oleh Belanda
Para
penumpang pesawat PBY Catalina RI-006 yang ditangkap Belanda di PU
Maguwo pada tanggal 19 Desember 1948
Para penumpang pesawat PBY Catalina RI-006 yang ditangkap Belanda di PU Maguwo pada tanggal 19 Desember 1948 saat baru saja pulang dari Tanjungkarang. Para penumpang pesawat PBY catalina RI-006 yang dipiloti oleh James Fleming (tidak ditahan karena berwarga kenegaraan Amerika), dan co pilotnya Harnoko Harbadi (salah seorang penerbang AURI yang terlibat pengeboman di daerah musuh Ambarawa), lalu flight engineer Billani Valenova, Mayor Arif dan beberapa Staff Kementrian Keuangan RI, diantaranya Bung Basri serta Bintara juru radio yaitu Sersan Udara Harjanto. Semula semua penumpang pesawat RI-006 disuruh keluar pesawat dan digiring ke tengah lapangan untuk ditembak mati. Secara kebetulan datang beberapa perwira Belanda yang berkendaraan dan dengan cepat menuju ke arah para tawanan berada. Salah satunya memerintahkan agar jangan menembak. Kemudian mereka segera diangkat ke gedung menara yang sebagian telah hancur, untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. Di sebuah ruang James Flemming dan Bill berdiri, sedangkan Suharnoko Harbani disuruh duduk. Satu-satu diinterogasi dalam bahasa Belanda. Akhirnya semua tawanan diangkut dengan pesawat Dakota ke Semarang, dengan pengawalan dari Koninlijke Leger yang terdiri ari Belanda totok. Jam menunjuk kurang lebih jam 12 siang.
Di Kalibanteng di sana ada bilik yang beratap sirap, di sana mereka diinterogasi lagi ditanya siapa namanya, di mana anggota AURI yang lainnya, markasnya di mana, dan macam-macam lagi. Setelah diinterogasi mereka dibawa ke mess Perwira di kawasan Candi. Sejak itu James Flemming dan Bill sudah tidak nampak lagi, entah dibawa kemana. Di Mes Perwira yang terdapat di Kawasan Candi ini mereka siang malam diinterogasi. Suharnoko Harbani dibujuk agar mau bergabung dengan KNIL dan dijanjikan akan disekolahkan di Akademi Militer. Namun dijawab oleh Suharnoko Harbani kalau dia sudah lulus. Dan ketika diminta untuk memberikan keterangan berapa kekuatan AURI dijawabnya bahwa ia sudah angkat sumpah untuk tidak membocorkan rahasia kesatuannya. Diantara kesekian pertanyaan itu yang paling mengesankan adalah “Apa kamu merasa bermusuhan dengan Belanda?” dijawab oleh Suharnoko Harbani “Tidak”. “Ya Belanda yang mana?”
Dalam interogasi ini Sersan Soewarso dari Kementerian Pertahanan RI, VC Surabaya, Cadet Seno yang sama yang lainnya disuruh mengaku sebagai pelajar atau siswa SLTA karena mereka masih sangat muda-muda. Ternyata pengakuan siswa mereka oleh Belanda dipercaya dan dilepas dari tawanan. Selama di tahanan, para tahanan dilayani oleh wanita tentara Belanda.
Malam keempat, Suharnoko Harbani dipindahkan ke penjara Mlaten dan menghuni di sana kurang lebih 3 bulan, bersama RM. Sudaryo, Suharyoto, Daan Yahya, Mayor Daeng, Serma Soemitro, dan Susantyo Mardi dari Angkatan Laut.
Kecuali melakukan tugas rutin antara pukul 5 sore hingga jam 9 malam, para tahanan melakukan kurss bahasa Inggris dengan pengajar Suharnoko Harbani dan Sudarto (penghubung dengan KTN). Selain itu juga ada kursus teori mesin.
Suatu pagi setelah apel jam 6 pagi semua tawanan militer diminta untuk naik truk menuju stasiun Tawang dan mereka memenuhi 3 gerbong kereta api yang tempat duduknya berbangku kayu memanjang dengan jendela tertutup rapat dan dengan pengawalan ketat.
Sampai di Tegal waktu azar lalu mereka menginap semalam di penjara yang ada di Tegal dan selanjutnya mereka dibawa lagi menggunakan kereta api menuju ke Cirebon. Sampai di Cirebon loknya diputus dan ganti lok yang mengarah ke Bumiayu dan sesampainya di Purwokerto mereka menginap semalam di penjara Purwokerto. Dan keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan ke Cilacap dengan menggunakan truk. Sesampainya di Cilacap dan turun dari truk yaitu di Pelabuhan Cilacap. Selanjutnya mereka diseberangkan ke Nusakambangan. Di Penjara Nusakambangan mereka menghuni disana hingga 9 bulan.