Selasa, 29 Maret 2016

Jatuhnya Jambi ke tangan Belanda 29 Desember 1948 ( Desember 29, 1948 Jambi fall into Netherlands hands )

Jatuhnya Jambi ke tangan Belanda 29 Desember 1948 ( Desember 29, 1948 Jambi fall into Netherlands hand )

Pascaagresi militer Belanda pertama, para pemimpin di Jambi sadar betul bahwa Belanda akan menyerang lagi. Analisa mereka akhirnya menjadi kenyataan.
Kepala TNI Sub Territorium Djambi (STD) Kolonel Abundjani. Lalu, Abundjani memiliki gagasan untuk menyerang pangkalan udara Belanda di Talang Sumut, Palembang. Dengan adanya rencana ini maka timbul gagasan Kolonel Abunjani untuk memiliki pesawat. Kemudian hadirlah pesawat Catalina 005.
Catalina RI 005 semula merupakan pesawat milik RR Cobley, seorang mantan penerbang RAAF (Royal Australia Air Force) dalam Perang Dunia II. Para pejuang menyewa pesawat ini dari Cobley setelah mereka bertemu di Bangkok. Pada kesempatan inilah Cobley menawarkan untuk menyewakan pesawat pribadinya kepada pemerintah RI guna membantu perjuangan kemerdekaan.
Oleh pemerintah RI, nomor register pesawat itu langsung diganti menjadi RI 005. Untuk pertama kalinya Cobley mendaratkan pesawat amfibi ini di Danau Tulung Agung, Jawa Timur, pada tahun 1947. Pada 1948, Catalina 005 diterbangkan ke Sumatera dan mendarat menggunakan berbagai pangkalan air seperti di Sungai Batanghari.
Tugas yang diemban Catalina RI 005 antara lain adalah untuk menghubungkan komando militer dengan Komandemen Sumatera di Bukit Tinggi serta pemindahan perwira-perwira tinggi dan menengah dari Yogyakarta, termasuk pengiriman barang-barang untuk kebutuhan militer di Yogyakarta. Pesawat ini membawa makanan, pakaian, dan perlengkapan militer dan sipil. Selain itu juga sebagai penghubung antara Kota Jambi dan kota lainnya seperti Bukit Tinggi, Prapat, Banda Aceh, Tanjung Karang, Yogyakarta, serta Singapura.
Namun, rencana awal pesawat ini digunakan untuk menyerang pangkalan udara Belanda di Talang Sumut, Palembang, tidak terlaksana karena kerusakan mesin.
Kota Jambi mendapat serangan penuh dari Belanda pada 29 Desember 1948. Pertempuran pun pecah di empat titik, yaitu di lapangan terbang Paal Merah (Bandara Sultan Thaha),  Kenali Asam, Tempino dan Bajubang.
Tujuan Belanda tak lain adalah mengurung Kota Jambi dan merebut pusat kota. Pada agresi tersebut, Belanda mengerahkan sekitar 40 pesawat pemburu P-51 Mustang dan Kitty Hawk serta bomber B-25.
 Pelaksanaan Operasi Ekster untuk menyerang Jambi pada Agresi Militer Belanda ke 2

Selain itu Belanda juga menerjunkan pasukan para (pasukan payung) melalui pesawat angkut Dakota. Agresi Belanda pun berhasil. Pos pertahanan milik TNI yang berada di Simpang Jelutung, Simpang Kawat dan Simpang Tiga Sipin dikuasai Belanda.

Pasukan 1e Para Cie Compagnie setelah diterjunkan ke Jambi dan berhasil menduduki lapangan terbang Paal Merah pada tanggal 29 Desember 1948, nampak mereka berhasil merebut bendera merah putih dan bertuliskan "DJAMBI"

Salah seorang anggota pasukan 1e Para Cie Compagnie di lapangan udara Paal Merah dengan latar belakang pesawat C 47 Dakota



 Pasukan 1e Para Cie Compagnie setelah diterjunkan ke Jambi 
dan berhasil menduduki Jambi

Melihat kondisi tersebut, setelah berjuang mempertahankan Kota Jambi sejak pukul 14.00, pimpinan sipil dan militer pun terpaksa mengambil keputusan untuk menarik diri dan pindah ke luar kota. Pusat komando militer dan pemerintahan Jambi pun berpindah tempat.
Untuk militer dipindahkan ke Bangko mendekati pusat komando TNI di Sumatera Selatan, sedangkan pemerintah sipil dipindah ke Rantau Ikil mendekati pemerintahan sipil di Sumatera Tengah.
Proses menarik diri pun berjalan penuh perjuangan.
Setidaknya 100 orang pejuang yang tengah berupaya keluar Kota Jambi mendapat hadangan di Simpang Tiga Sipin. Menurut laporan, lebih dari separuh atau setidaknya 50 orang pejuang tewas di Simpang Tiga Sipin.
Mereka terdiri dari pejuang Laskar Naspindo dan ibu-ibu petugas dapur umum yang tergabung dalam Komando Militer Kota (KMK).
Selain itu ada usaha lain yaitu menyelamatkan pesawat RI 005. Saat Belanda berhasil menduduki Jambi pada 29 Desember 1948, para pejuang berusaha memindahkan pesawat ini dari Sungai Batanghari menuju Singapura untuk mencegahnya jatuh ke tangan Belanda.
Dengan hanya mengandalkan satu mesin, Cobley beserta mekanik Jon Londa dan seorang penumpang, Prangko, menuju Singapura untuk menyelamatkan diri sekaligus melengkapi suku cadang mesin yang rusak.
Pada saat itu, sekitar pukul 18.30 WIB, karena salah satu mesinnya rusak, pesawat jadi tidak seimbang dan menabrak kapal tongkang yang sengaja ditenggelamkan melintangi sungai sebagai upaya mencegah masuknya Belanda ke pedalaman Jambi. Akibatnya, sayap pesawat patah dan tenggelam ke sungai.
Dalam kecalakaan ini pilot RR Cobley dan mekanik Jon Londa meinggal. Sedangkan Prangko yang juga Kepala Tata Usaha Markas Pertahanan Surabaya, selamat.
Selanjutnya, sekitar pukul 21.00, operasi penarikan diri tersebut dituntaskan dengan operasi bumi hangus. Seluruh bangunan vital dibakar dan dihancurkan. Operasi bumi hangus tersebut juga berlaku pada bangunan milik militer.
Sejalan dengan operasi bumi hangus, Keur Corps (Kesatuan Pilihan) di bawah pimpinan Kapten A Bakar juga melakukan penarikan diri. Keur Corps ini berangkat dari Broni dan membawa tugas penting berupa mengamankan dokumen militer, persenjataan dan juga persediaan amunisi milik TNI Sub Territorium Djambi (sekarang Korem 042 Garuda Putih).
Dalam proses mengamankan dokumen dan menembus barikade Belanda di Simpang Tiga Sipin, komandan Keur Corps bersama beberapa perwiranya tewas tertembak. Selain itu, banyak pejuang mengalami luka ringan dan parah. Bahkan satu orang prajurit mengalami luka tembak yang menyebabkan tempurung lututnya pecah.
Meski puluhan dan mungkin ratusan pejuang dan perwira gugur di Simpang Tiga Sipin. Namun seluruh dokumen militer, persenjataan dan amunisi berhasil diselamatkan.
Tumpukan kertas, senjata dan amunisi yang selamat tersebut menjadi tumpuan dalam menyusun rencana dan aksi gerilya yang terus dilakukan pejuang kala itu. Dan hasilnya, secara nyata Indonesia merdeka dari penguasaan Belanda.

Sumber,

Marto, 2011, “50 Pejuang Tewas di Simpang Tiga Sipin”, Editor Ridwan, http://jambi.tribunnews.com/2011/11/11/50-pejuang-tewas-di-simpang-tiga-sipin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar