Selasa, 22 September 2015

Kembalinya Jendral Sudirman ke Yogyakarta

 Kembalinya Jendral Sudirman ke Yogyakarta

Tempo 24 Maret 1973. 

Pada tanggal 7 juli 1949,
Rosihan Anwar sebagai reporter bersama pak Letkol Suharto sebagai perwira TNI pergi menjemput pak Dirman. 

Maguwo, lapangan terbang Yoryakarta, pagi tanggal 6 Juli 1949 rnenantikan sebuah pesawat DC-3 yang membawa Bung Karno dan Bung Hatta dari pulau Bangka. Pada tanggal 30 Juni 1949 tentara Belanda mengosongkan Yogyakarta, pemerintah Republik Indonesia dipulihkan di kota Yogyakarta ini. Berakhirlah pembuangan Sukarno-Hatta semenjak mereka ditawan Belanda pada aksi polisionil kedua tanggal 18 Desember 1948. Sultan Hamengku Buwono IX yang tidak pernah mau kerjasama dengan Belanda dan memimpin perjuangan dari dalam Kraton berada di antara rombongan penyambut, di Maguwo.
Sebagai reporter, walaupun jabatan ialah pemimpin redaksi harian “Pedoman” Rosihan Anwar juga ada di situ melaporkan kejadian bersejarah kembalinya Dwitunggal ke Yogya.
Sri Sulan hamengku Buwono IX bertanya kepada Rosihan Anwar, sambil berdiri menunggu pesawat akan mendarat: “Jadikah kau besok pergi ke Pak Dirman?”. Rosihan Anwar mengangguk. “Mudah-mudahan berhasil”, kata Sultan Hamengku Buwono IX. Jenderal Sudirman, Panglima Besar TNI, yang memimpin perang gerilya dilaporkan tidak menyetujui garis kebijaksanaan politik pemimpin-pemimpin Republik yang ada di Bangka, Persetujuan Roem-Van Royen yang diterima tanggal 7 Mei 1949, “tracee-Bangka” yang digariskan oleh Sukarno yang pokoknya ialah menghentikan perang gerilya dan bersedia turut dalam Konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag guna merundingkan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) tidak seluruhnya dapat diterima oleh Jenderal Sudirman. Maka guna menghindarkan kesan terdapat perpecahan pendirian di pucuk pimpinan Republik, Jenderal Sudirman harus dibawa kembali ke Yogyakarta.
Letnan Kolonel Suharto, yang memimpin Serangan Umum tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta sehingga membuat Belanda gelagapan dan efeknya terasa sampai di ruangan Dewan Keamanan PBB, diserahi tugas menjemput Jenderal Sudirman dari daerah gerilya yang waktu itu belum termasuk wilayah kekuasaan Republik. Pagi-pagi sekali tanggal 7 Juli 1949 dekat Malioboro wartawan foto “Ipphos” almarhum Frans Sumardjo Mendur memperkenalkan Rosihan Anwar kepada Letnan Kolonel Suharto, ia berpakaian seragam putih dan menyetir sendiri sebuah Landrover. Rosihan Anwar sebelumnya tidak kenal dengan Suharto, dan Rosihan Anwar kira bahwa Letkol Suharto pun tidak pernah membaca tulisan-tulisan Rosihan Anwar.
Lepas Wonosari mereka bertiga tidak bisa lagi pakai jeep. Harus naik sepeda dan “latihan menggenjot” ini berlangsung sepanjang hari. Rosihan Anwar tidak tahu tempat mana yang hendak ditujukan bila `gerangan akan sampai. Yang di kerjakan hanya mengayuh kereta angin melewati daerah gunung Kendeng yang tandus dan tidak banyak penduduknya. Bertiga kami beriringan, Suharto di depan, Rosihan Anwar ditengah, kemudian Frans Sumardjo Mendur. Selama perjalanan sejak dari Yogya, Suharto tidak banyak berbicara. Ia jelas bukan orang yang suka pada “small talk” atau ngobrol. Kata-katanya hemat, sekali. “Mari minum Began”, ia mempersilahkan Rosihan Anwar minum air, kelapa muda, ketika kami berhenti sebentar. Senjakala sudah meliputi daerah yang kami lalui, namun kami masih terus genjot sepeda. Baru kira-kira pukul 9 malam, setelah sepeda ditinggalkan, dan di lanjutkan dengan berjalan kaki, kami tiba di pinggir sebuah desa dan di situ dihadang oleh pasukan pengawal terdepan Pak Dirman. Sudah sampai rupanya.
Jendral Sudirman dalam pakaian dan ikut kepala hitam, ketika menerima Rosihan Anwar malam itu juga ditempat penginapannya yaitu rumah Lurah dengan spontan berkata: “Saudara Rosihan dan wartawan Republik yang pertama saya ketemu, sudah masa bergerilya ini”, Sebelum saya dipersilahkan masuk oleh ajudannya yakni Kapten Supardjo Roestam, Pak Dirman terlebih dahulu menerima Suharto. Rosihan Anwar taksir tentu di situ Suharto sudah melaporkan tentang maksud kedatangannya dan menyampaikan pecan Sri Sultan, Ketika Rosihan Anwar minta interview dari Pak Dirman, dia berkata: “Besok pagi saja, sekarang istirahat dulu”.


Yang di dalam foto kemungkinan besar Jendral Sudirman, Letkol Suharto, Soepardjo Roestam
Yang memotret Frans Sumardjo Mendur

Primeur berita yang Rosihan Anwar peroleh itu tentulah dengan segera harus dikirim ke suratkabar. Orang-orang Belanda di Jakarta akan sangat menaruh perhatian kepada wawancara Rosihan Anwar dengan Jenderal Sudirman. Tetapi juga Sultan Yogya, Kolonel T.B. Simatupang dan lain-lain menunggu bagaimana hasil “mission” Letnan Kolonel Suharto. Maka selesai interview Rosihan Anwar putuskan segera kembali, jadi tidak bersarpa dengan Pak Dirman yang harus ditandu untuk menuju ke Yogyakarta. Sebelum meninggalkan desa Pak Dirman bergambar bersama-sama kami semua. Rosihan Anwar ingat waktu itu ada Kapten Tjokropranolo, ada Letnan Kolonel Suadi ada Dr Irsan, ada Heru, ada Muhammad, dan lain-lain.

Sebelum meninggalkan desa Jendral Sudirman bergambar bersama-sama Letkol Suharto, Rosihan Anwar, Kapten Tjokropranolo, Letnan Kolonel Suadi, Dr Irsan, Heru, Muhammad, dan lain-lain.
Yang memotret Frans Sumardjo Mendur

Itulah foto Frans Mendur yang 20 tahun kemudian di muat dalam buku O.G. Roeder “The Smiling General dengan keterangan teks: “In the jungles near Yogyakarta, June 1949 – General Sudirman, Lt. Colonel Soeharto, and other commanders. Seated in front was Rosihan Anwar”. Menurut Rosihan Anwar Roeder membuat kesalahan di sini, sebab waktunya bukanlah Juni 1949, melainkan tanggal 8 Juli 1949.
Dengan pesawat UNCI (United Nations Commission for Indonesia) Rosihan Anwar kirimkan berita wawancara dengan Pak Dirman ke redaksi ‘Pedoman’ waktu itu di Senin, Jakarta. Kepada Sultan Rosihan Anwar laporkan, semua beres, Pak Dirman sedang dalam perjalanan kembali ke Yogya. Mr Sjafruddin Prawiranegara kepala PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) sudah dari Sumatera. 

Jendral Sudirman di aloon-aloon utara Yogyakarta sekembalinya dari gerilya
Yang memotret Frans Sumardjo Mendur

Pak Dirman dengan, diiringi oleh Letnan Kolonel Suharto dalam suasana meriah gembira bercampur terharu memasuki Yogya. Rosihan menyaksikannya memeriksa di aloon-aloon pasukan-pasukan yang menghormati kembalinya Panglima Besar mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar