Menteri Pembangunan dan Pemuda Soepeno
"Sang Menteri Gerilya"
Menteri Soepeno
1916 - 1949
Soepeno menikahi Tien (lalu disebut sebagai Tien Soepeno) pada 1943,
ketika tentara Dai Nippon bercokol di Indonesia. Soepeno adalah seorang
pegawai Jawa Hokookaai. Ketika itu, Soepeno termasuk pemuda yang aktif
dalam organisasi yang menentang penjajah, seperti Badan
Permusyawaratan Pelajar-Pelajar Indonesia (Baperppi). Itu yang membuat
Soepeno cukup dekat dengan Bung Karno dan Bung Hatta.
Setelah proklamasi kemerdekaan dan UUD 1945 ditetapkan, para politikus muda mengambil peran untuk melaksanakan tugas-tugas negara. Soepeno salah satu diantara para politikus muda yang mengambil peran dalam melaksanakan tugas-tugas negara.
Soepeno muda merupakan konseptor berbagai perubahan dalam membentuk badan-badan kelembagaan negara. Bersama para anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dia mengajukan gagasan kepada dwitunggal Soekarno-Hatta, untuk mengadakan sidang KNIP yang kemudian bertugas menjadi MPR dan DPR. Hal itulah yang mendasari keluarnya Maklumat Negara RI No X tanggal 16 Oktober1945. Setelah itu dibentuklah Badan Pekerja KNIP, dengan Soepeno sebagai ketuanya.
Ketika Bapak Soepeno diberi tugas ke Bukittinggi untuk menyiapkan pemerintahan darurat RI, Tien Soepeno dititipkan ke Banjarnegara. Namun karena Banjarnegara tidak aman, Tien Soepeno diminta ke desa-desa bergabung dengan istri Kolonel Gatot Subroto.
Pada 1947, Bung Hatta memimpin kabinet presidensiil dan Soepeno diangkat sebagai Menteri Pembangunan dan Pemuda. Di masa-masa sulit karena Belanda melancarkan Agresi Militer kedua Desember 1948, Yogya diduduki Belanda dan para pemimpin negara ditangkap. Sebagai anggota pemerintah pusat yang masih bebas, Soepeno menggerakkan roda pemerintahan di daerah yang belum dikuasai rakyat. Hal itu membuatnya dijuluki menteri gerilya.
Di Desa Serak Menteri Soepeno merintis usaha di bidang penerangan dalam bentuk penerbitan majalah yang diberi nama “Berita Praja”. Dipimpin Andi Ananto dengan dibantu beberapa pemuda.
Naas tiba, Kamis 24 Februari1949, Soepeno yang sedang mandi ditembak oleh tentara Belanda. Bersama pejuang lain, dia dibawa ke Dusun Ganter, Desa Ngliman, Nganjuk. Soepeno yang memakai baju warok tidak mengaku sebagai menteri ketika diinterogasi demi menjaga negara dan melindungi kawan-kawan seperjuangannya. Akhirnya, Soepeno gugur pada usia 33 tahun karena dieksekusi dengan cara ditembak bersama ajudannya.
Kira-kira sebulan kemudian, pada tanggal 10 Maret 1949, keluarga Menteri Soepeno baru bisa mengetahui peristiwa gugurnya Menteri Supeno karena keterbatasan komunikasi.
Setelah proklamasi kemerdekaan dan UUD 1945 ditetapkan, para politikus muda mengambil peran untuk melaksanakan tugas-tugas negara. Soepeno salah satu diantara para politikus muda yang mengambil peran dalam melaksanakan tugas-tugas negara.
Soepeno muda merupakan konseptor berbagai perubahan dalam membentuk badan-badan kelembagaan negara. Bersama para anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dia mengajukan gagasan kepada dwitunggal Soekarno-Hatta, untuk mengadakan sidang KNIP yang kemudian bertugas menjadi MPR dan DPR. Hal itulah yang mendasari keluarnya Maklumat Negara RI No X tanggal 16 Oktober1945. Setelah itu dibentuklah Badan Pekerja KNIP, dengan Soepeno sebagai ketuanya.
Ketika Bapak Soepeno diberi tugas ke Bukittinggi untuk menyiapkan pemerintahan darurat RI, Tien Soepeno dititipkan ke Banjarnegara. Namun karena Banjarnegara tidak aman, Tien Soepeno diminta ke desa-desa bergabung dengan istri Kolonel Gatot Subroto.
Pada 1947, Bung Hatta memimpin kabinet presidensiil dan Soepeno diangkat sebagai Menteri Pembangunan dan Pemuda. Di masa-masa sulit karena Belanda melancarkan Agresi Militer kedua Desember 1948, Yogya diduduki Belanda dan para pemimpin negara ditangkap. Sebagai anggota pemerintah pusat yang masih bebas, Soepeno menggerakkan roda pemerintahan di daerah yang belum dikuasai rakyat. Hal itu membuatnya dijuluki menteri gerilya.
Di Desa Serak Menteri Soepeno merintis usaha di bidang penerangan dalam bentuk penerbitan majalah yang diberi nama “Berita Praja”. Dipimpin Andi Ananto dengan dibantu beberapa pemuda.
Naas tiba, Kamis 24 Februari1949, Soepeno yang sedang mandi ditembak oleh tentara Belanda. Bersama pejuang lain, dia dibawa ke Dusun Ganter, Desa Ngliman, Nganjuk. Soepeno yang memakai baju warok tidak mengaku sebagai menteri ketika diinterogasi demi menjaga negara dan melindungi kawan-kawan seperjuangannya. Akhirnya, Soepeno gugur pada usia 33 tahun karena dieksekusi dengan cara ditembak bersama ajudannya.
Kira-kira sebulan kemudian, pada tanggal 10 Maret 1949, keluarga Menteri Soepeno baru bisa mengetahui peristiwa gugurnya Menteri Supeno karena keterbatasan komunikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar