Minggu, 30 November 2014

Tentara Rakyat Mataram Badan Kelaskaran di Yogyakarta pada Masa Revolusi (1945-1948)

Tentara Rakyat Mataram Badan Kelaskaran di Yogyakarta pada Masa Revolusi (1945-1948)
Team Penulis Djokjakarta 1945

Tidak lama setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, muncullah berbagai pergolakan yang datangnya dari Sekutu. Pergolakan itu disebabkan oleh kedatangan Sekutu yang pada mulanya hanya bertujuan menjaga keamanan, melucuti tentara Jepang dan sekaligus memulangkan kembali ke negaranya. Namun ternyata kedatangan Sekutu disertai orang-orang Belanda (NICA) yang dipersenjatai sehingga rakyat Indonesia merasa curiga bahwa sebenarnya kedatangan Sekutu itu sebenarnya mempunyai maksud untuk menanamkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa ternyata Sekutu sudah tidak mau lagi mengindahkan kedaulatan bangsa Indonesia, Akibatnya meletuslah pergolakan atau pertempuran besar di Jakarta, Surabaya, Magelang, Ambarawa, Semarang, Bandung untuk melawan Sekutu. Demikian di Yogyakarta saat itu juga terjadi pergolakan melawan Jepang, para pemuda dengan semangat tinggi dan penuh keberanian berhasil mendobrak dan membuka segel percetakan Surat Kabar Sinar Matahari. Selanjutnya para pemuda di bawah pimpinan Sumarmadi berhasil pula mengambil alih radio Jepang Hosokyoku. Suasana menjadi panas setelah para pemuda bersama rakyat dan Polisi Istimewa berhasil menurunkan bendera Jepang Hinomaru di Gedung Agung dan digantikan dengan bendera Merah Putih. Puncaknya adalah massa rakyat dapat menguasai markas Jepang di Kota Baru pada tanggal 7 Oktober 1945. Pada saat situasi dan kondisi yang tidak terkendali tersebut, tampillah Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk melindungi rakyatnya, dengan cara mengeluarkan beberapa maklumat. Adapun maksud beliau adalah untuk menampung para pemuda yang sedang bergelora, di pihak lain pemerintah sudah tidak mampu lagi menjamin keselamatan individu. Maka kemudian didirikanlah badan-badan perjuangan dengan berbagai nama dan semangat revolusi. Salah satu badan perjuangan yang muncul di Yogyakarta adalah BPRI Mataram yang tidak lain merupakan cikal Bakal terbentuknya TRM. Adapun aktivitas laskar TRM semata-mata berdasar suatu sikap anti penjajahan. Pada prinsipnya keberadaan TRM di Front adalah membantu tentara reguler dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Keberadaan TRM didukung oleh beberapa faktor diantaranya munculnya kelompok-kelompok laskar lain, sehubungan dengan dikeluarkannya plakat amanat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX; didapatkannya senjata dari Jepang: dikeluarkannya beberapa maklumat dukungan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX; adanya figur pemimpin yaitu Soetardjo sebagai koordinator laskar di garis depan maupun di garis belakang. Aktivitas TRM meliputi bidang politik (pertahanan) dan social . Dalam bidang politik, TRM baik ketika masih merupakan kelompok laskar maupun setelah menjadi batalyon reguler selalu aktif di berbagai Front. Diantaranya Front Magelang, Ambarawa. Pada saat menghadapi Sekutu yang mundur dari Magelang menuju Ambarawa pada tanggal 20 November 1945 pasukan TRM pimpinan Bung Tarjo dapat di cerai beraikan oleh musuh. Dan pada tanggal 14 Desember 1945 di Bedono Bung Tarjo mengkonsolidasi kembali pasukanya dan terbentuklah pasukan 22,20,8,40 dan lain-lain. Di pasukan TRM, sebutan itu berdasar jumlah dari pasukan tersebut. Dan ketika di perintahkan menyerang Ambarawa di pagi hari tanggal 15 Desember 1945,seluruh pasukan sudah siap dengan nama masing-masing yaitu pasukan 22 dengan nama "Alap-alap', pasukan 20 dengan nama "LEO" (Laskar Ekstrimis Oembaran) dan pasukan 40 menyebut dirinya pasukan 'Mangsa Patih". Selain di Magelang dan Ambarawa juga terlibat dalam pertempuran di Semarang, Ujung Bening, Majalengka, Ciranji, Mangkang dan sepanjang medan Kediri Utara serta Jawa Timur pada waktu Agresi Belanda I. Sedang di bidang sosial, TRM menyelengarakan dapur umum dan Palang Merah, aktivitas ini ditangani oleh anggota TRM-Putri (PRIP) dibawah pimpinan Widayati. Karena kegigihan, keuletan dan keberaniannya di medan pertempuran, maka para perwira Markas Besar Tentara (MBT) memasukkan laskar TRM ke dalam Divisi ketentaraan resmi. Maka pada tanggal 15 Maret 1945 berubah nama menjadi Batalyon XXII Istimewa di bawah Resimen II Divisi IX dengan pimpinan Batalyon I dengan pimpinan Jenderal Mayor RP. Sudarsono. Namun pada tanggal 10 Juli 1946, Batalyon XXII tersebut dirubah lagi menjadi Mobile Batalyon I dengan komandannya tetap Soetardjo. Adapun alasannya adalah agar ruang lingkup dan aktivitas operasionalnya lebih luas. Setelah periode Mangkang, pasukan Mobile Batalyon I banyak yang meninggalkan kesatuannya, sehingga pasukan Bung Tardjo tersebut tinggal satu kompi. Meskipun demikian sisa pasukan Bung Tardjo ini tetap meneruskan perjuangannya di bawah koordinasi Divisi III/Diponegoro. Pada tahun 1948 aktivitas TRM telah berakhir, berkaitan dengan rekontruksi dan rasionalisasi ketentaraan di Indonesia, maka Mobile Batalyon I kemudian ada yang meneruskan kariernya dalam militer dengan menjadi tentara, ada yang kembali ke masyarakat dengan menjadi wiraswasta dan sebagian lagi melanjutkan ke bangku sekolah. 
Perjuangan Tentara Rakyat Mataram ini diabadikan dalam sebuah monumen dengan nama "Monumen Gelora Rakyat Mataram 45" yang diresmikan pada tanggal 18 November 1990 yang dipersembahkan oleh Ikatan Keluarga Ex TRM kepada Masyarakat Yogyakarta. Dan monumen diresmikan oleh Sesepuh Ikatan keluarga Ex TRM aitu Bapak Radius Prawiro. Monumen berada di daerah Pingit ke selatan di dekat Jalan Tentara Genie Pelajar.

Monumen Gelora Rakyat Mataram 45
Prasasti peresmian Monumen Gelora Rakyat Mataram 45
 
 
 Plakat yang berisi perjuangan Tentara Rakyat Mataram
Relief yang ada di Monumen Gelora Rakyat Mataram 45
Gedung markas Tentara Rakyat Mataram
Konggres Pemuda II di Yogyakarta 10 November 1945
dan Perjuangan Bung Tarjo lewat radio
TRM ikut di front pertempuran di Magelang
Relief yang menggambarkan dikirimnyaTRM ke front pertempuran
menggunakan kereta api

Tentara Rakyat mataram dalam Pertempuran Ambarawa

Kondisi Monumen Gelora Rakyat Mataram 45 saat ini sungguh memprihatinkan karena kurang terawat an banyak ditumbuhi semak-semak di kanan kirinya dan kelihatan jarang dibersihkan. Apalagi reliefnya hanya bercat hitam jadi kurang menarik untuk dipandang.

Sumber, Hidayati, Abstrak "Tentara Rakyat Mataram Badan Kelaskaran di Yogyakarta pada Masa Revolusi (1945-1948)", Perpustakaan Universitas Indonesia.
"Yogya Benteng proklamasi", Barahmus DIY.

2 komentar: